Kamis, 18 Agustus 2011

tugas pengganti ketidakhadiran

Tugas Mandiri
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
 
Astria saymita
2231-06-115

1.1 Latar Belakang
Masalah pemberhentian merupakan yang paling sensitive di dalam dunia ketenagakerjaan dan perlu mendapat perhatian yang serius dari semua pihak, termasuk oleh manajer sumber daya manusia, karena memerlukan modal atau dana pada waktu penarikan maupun pada waktu karyawan tersebut berhenti. Pada waktu penarikan karyawan, pimpinan perusahaan banyak mengeluarkan dana untuk pembayaran kompensasi dan pengembangan karyawan, sehingga karyawan tersebut betul-betul merasa ditempatnya sendiri dan mengerahkan tenaganya untuk kepentingan tujuan dan sasaran perusahaan dan karyawan itu sendiri. Demikian juga pada waktu karyawan tersebut berhenti atau adanya pemutusan hububungan kerja dengan perusahaan, perusahaan mengeluarkan dana untuk pension atau pesangon atau tunjangan lain yang berkaitan dengan pemberhentian, sekaligus memprogramkan kembali penarikan karyawan baru yang sama halnya seperti dahulu harus mengeluarkan dana untuk kompensasi dan pengembangan karyawan.
Di samping masalah dana yang mendapat perhatian, juga yang tak kurang pentingnya adalah sebab musabab karyawan itu berhenti atau diberhentikan. Berbagai alas an atau sebab karyawan itu berhenti, ada yang didasarkan permentiaan sendiri, tapi ada jug aatas alas an karena peraturan yang sudah tidak memungkinkan lagi karyawan tersebut meneruskan pekerjaannya.
Akibatnya dari pemberhentian berpengaruh besar terhadap pengusaha maupun karyawan. Untuk karyawan dengan diberhentikannya dari perusahaan atau berhenti dari pekerjaan, berarti karyawan tersebut tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan secara maksimal untuk karyawan dan keluarganya. Atas dasar tersebut, maka manajer sumber daya manusia harus sudah dapat memperhitungkan berapa jumlah uang yang seharusnya diterima oleh karyawan yang berhenti, agar karyawan tersebut dapat memenuhi kebutuhannya sampao pada tingkat dapat dianggap cukup.
1.2 Indentifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada dan untuk mengetahui gambaran yang lebih jelas, maka penulis mencoba mengidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:
1. Apa alasan perusahaan memberhentikan karyawan dari pekerjaannya?
2. Bagaimana proses pemberhentian karyawan?
3. Apa pengaruh Pemberhentian karyawan terhadap perusahaan?

1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberhentian karyawan terhadap perusahaan. Sedangkan tujuan dibuatnya makalah ini adalah memenuhi salah satu tugas Maka Kuliah Seminar Manajemen Sumber Daya Manusia.


BAB II
LANDASAN TEORI


2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Sebelum memberikan pengertian tentang Manajemen Sumber Daya Manusia alangkah baiknya apabila diketahui terlebih dahulu pengertian Manajemen dan Sumber Daya Manusia itu sendiri. Dalam pendapat beberapa ahli, Manajemen diartikan sebagai ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.
Sumber daya adalah segala sesuatu yang merupakan assets perusahaan untuk mencapai tujuannya.
Sumber daya yang dimiliki perusahaan dapat dikategorikan atas empat tipa sumber daya, seperti Finansial, Fisik, Manuisa dan Kemampuan Teknologi.
Hal ini penting untuk diketahui, karena akan bias membedakan dengan pengertian yang sama dengan pengertian manajemen sumber daya manusia, yaitu administrasi kepegawaian atau juga manajemen kepegawaian.
Berikut ini adalah pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut para ahli:

1. Menurut Melayu SP. Hasibuan.
MSDM adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.

2. Menurut Henry Simamora
MSDM adalah sebagai pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balasan jasa dan pengelolaan terhadap individu anggota organisasi atau kelompok bekerja.
MSDM juga menyangkut desain dan implementasi system perencanaan, penyusunan personalia, pengembangan karyawan, pengeloaan karir, evaluasi kerja, kompensasi karyawan dan hubungan perburuhan yang mulus.

3. Menurut Achmad S. Rucky
MSDM adalah penerapan secara tepat dan efektif dalam proses akusis, pendayagunaan, pengemebangan dan pemeliharaan personil yang dimiliki sebuah organisasi secara efektif untuk mencapai tingkat pendayagunaan sumber daya manusia yang optimal oleh organisasi tersebut dalam mencapai tujuan-tujuannya.

4. Menurut Mutiara S. Panggabean
MSDM adalah proses yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pimpinan dan pengendalian kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan analisis pekerjaan, evaluasi pekerjaan, pengadaan, pengembngan, kompensasi, promosi dan pemutusan hubungan kerja guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dari definisi di atas, menurut Mutiara S. Panggabaean bahwa, kegiatan di bidang sumber daya manusia dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu dari sisi pekerjaan dan dari sisi pekerja.
Dari sisi pekerjaan terdiri dari analisis dan evaluasi pekerjaan. Sedangkan dari sisi pekerja meliputi kegiatan-kegiatan pengadaan tenaga kerja, penilaian prestasi kerja, pelatihan dan pengembangan, promosi, kompensasi dan pemutusan hubungan kerja.

Dengan definisi di atas yang dikemukakan oleh para ahli tersebut menunjukan demikian pentingnya manajemen sumber daya manusia di dalam mencapai tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.



2.2 Model Manajemen Sumber Daya Manusia
Di dalam memahami berbagai permasalahan pada manajelen sumber daya manusia dan sekaligus dapat menentukan cara pemecahannya perlu diketahui lebih dahulu model-model yang digunakan oleh perusahaan kecil tidak bias menerapkan model yang biasa digunakan oleh perusahaan besar. Demikian pula sebaliknya. Dalam perkembangan model-model ini berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi serta tuntutannya.
Untuk menyusun berbagai aktifitas manajemen sumber daya manusia ada 6 (enam) model manajemen sumber daya manusia yaitu:

1. Model Klerikal
Dalam model ini fungsi departemen sumber daya manusia yang terutama adalah memperoleh dan memelihara laporan, data, catatan-catatan dan melaksanakan tugas-tugas rutin. Fungsi departemen sumber daya manusia menangani kertas kerja yang dibutuhkan, memenuhi berbagai peraturan dan melaksanakan tugas-tugas kepegawaian rutin.

2. Model Hukum
Dalam model ini, operasi sumber daya manusia memperoleh kekutannya dari keahlian di bidang hukum. Aspek hukum memiliki sejarah panjang yang berawal dari hubungan perburuhan, di masa negosiasi kontrak, pengawasan dan kepatuhan merupakan fungsi pokok disebabkan adanya hubungan yang sering bertentangan antara manajer dengan karyawan.

3. Model Finansial
Aspek pinansial manajemen sumber daya manusia belakangna ini semakin berkembang karena para manajer semakin sadar akan pengaruh yang besar dari sumber daya manusia ini meliputi biaya kompensasi tidak langsung seperti biaya asuransi kesehatan, pension, asuransi jiwa, liburan dan sebagainya, kebutuhan akan keahlian dalam mengelola bidang yang semakin komplek ini merupakan penyebab utama mengapa para manajer sumber daya manusia semakin meningkat.

4. Model Manjerial
Model manajerial ini memiliki dua versi yaitu versi pertama manajer sumber daya manusia memahami kerangka acuan kerja manajer lini yang berorientasi pada produktivitas. Versi kedua manajer ini melaksanakan beberpa fungsi sumber daya manusia.
Departemen sumber daya manusia melatih manajer lini jdalam keahlian yang diperlukan untuk menangani fungsi-fungsi kunci sumber daya manusia seperti pengangkatan, evaluasi kinerja dan pengembangan. Karena karyawan pada umumnya lebih senang berinteraksi dengan manajer mereka sendiri disbanding dengan pegawai staf, maka beberapa departemen sumber daya manusia dapat menunjukan manajer lini untuk berperan sebagai pelatih dan fsilitator.

5. Model Humanistik
Ide sentral dalam model ini adalah bahwa, departemen sumber daya manusia dibentuk untuk mengembangkan dan membantu perkembangan nilai dan potensi sumber daya manusia di dalam organisasi. Spesialis sumber daya manusia harus memahami individu karyawan dan membantunya memaksimalkan pengembangan diri dan peningkatan karir.
Model ini menggabarkan tumbuhnya perhatian organisasi terhadap pelatihan dan pengembangan karyawan mereka.

6. Model Ilmu Perilaku
Model ini menganggap bahwa, ilmu perilaku seperti psikologi dan perilaku organisasi merupakan dasar aktivitas sumber daya manusia. Prinsipnya adlah bahwa sebuah pendekatan sains terhadap perilaku manusia dapa diterpkan pada hampir semua permasalahan sumber daya manusia bidang sumber daya manusias yang didasarkan pada prinsip sains meliputi teknik umpan balik, evaluasi, desain program dan tujuan pelatihan serta manajemen karir.

2.3 Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Fungsi manajemen sumber daya manusia sama halnya dengan fungsi yang ada dalam manajemen sendiri, seperti apa yang dikemukakan G. Terry dalam bukunya Principle of Management yang menyatakan bahwa, fungsi manajemen meliputi Planning, Organizing, Actuating dan Controlling (POAC).
Henry Fayol menyebutkan bahwa, fungsi manajemen meliputi Planning, Organizing, Commanding, Coordinating dan Controllung (POCCC).
Luther Gulick mengemukakan fungsi manajemen meliputi Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting dan Budgeting (POSDCoRB).
Dalam manajemen sumber daya manusia beberapa ahli seperti Edwin B. Flippo, Dale Yoder, Manullang, Moekijat dan Malayu SP. Hasibuan serta Henry Simamora mengemukakan fungsi manajemen sumber daya manusia seperti halnya fungsi manajemen yang dikemukakan di atas, adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan
2. Rekrutmen
3. Seleksi
4. Dekrutmen
5. Orientasi, Pelatihan dan Pengembangan
6. Evalauasi Kinerja
7. Komensasi
8. Pengintegrasian
9. Pemeliharaan
10. Pemberhentian.





BAB III
PEMBAHASAN


3.1 Pengertian Pemberhentian
Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 mengartikan bahwa Pemberhentian atau Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antar pekerja dan pengusaha.
Sedangkan menurut Moekijat mengartikan bahwa Pemberhentian adalah pemutusan hubungan kerjas seseorang karyawan dengan suatu organisasi perusahaan.

3.2 Alasan Pemberhentian
Ada beberapa alas an yang menyebabkan seseorang berhenti atau putus hubungan kerjanya dengan perusahaan, ada yang bersifat karena peraturan perundang-undangan, tapi ada juga karena keinginan pengusaha, agar tidak terjadi hal semena-mena yang dilakukan pengusaha, maka pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang berkaitan dengan pemberhentian karyawan. Dalam pengertian ini pemerintah tidak melarang secara umum untuk memberhentikan karyawan dari pekerjaannya. Jangan karena tidak cocok dengan pendapat perusahaan atau bertentangan dengan kehendak atau keinginan pengusaha yang mengharapkan karyawan terus bekerja utuk meningkatkan produksinya, karyawan tersebut langsung diberhentikan, tanpa melalui prosedur yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dan tanpa dijelaskan alasan-alasannya kepada karyawan.
Oleh karena demikian, untuk melindungi karyawan dari tindakan demikian, maka pemerintah telah mendaptkan kebijakannya sebagai tertuang di dalam undang-undang No. 13 Tahun 2003 bahwa, pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan:
1. Pekerja berhalangan masuk karena sakit perut menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus menerus.
2. Pekerja berhalangan Negara sesuai denganketentuan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pekerjaan mengerjakan ibadah yang diperintahkan agamnya.
4. Pekerja menikah
5. Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerjan lainnya dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
6. Pekerja mendirikan, mejadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam pernjanjian kerja bersama.
7. Pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindakan pidana kejahatan.
8. Karena perbedaan yang paham, agama, aliran politik, suku, wana kulit, golongan, jenis kelami, kondisi fisik atau status perkawinan.
9. Pekerjaan dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Di samping hal tersebut di atas yang melarang pengusaha mengadakan pemutusan hubungan kerja dengan karyawannya, tapi ada juga yang membolehkan pengusaha mengadakan pemutusan kerja dengan karyawan dengan asalan pekerja telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut:
a. Melakukan penipuan, pencurian atau penggelapan dan/atau uang milik perusahaan.
b. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan.
c. Mabuk, minum-minuman kerjas memabukan, memakai atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan karja.
d. Melakukan perbuatan asusiala atau perjudian di lingkungan karja.
e. Menyerang menganiaya, mengancam astau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja.
f. Membujuk temasn sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
g. Dengan ceroboh astau sengaja merusak atau mebiarkan dalam keadaan bahaya barng milik perusahaan yang menimbulkan rugi bagi perusahaan.
h. Dengan ceroboh atau membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja.
i. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang harusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara.
j. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana 5 tashun atau lebih.
Semua kegiatan seperti di atas, baru pengusaha memutuskan melakukan pemutusan hubungan hubungan kerja dengna karyawan, apabila memang benar-benar terbukti dengan didukung oleh bukti-bukti, atau tertangkap tasngan dan adanya pengakuan dari karyawan.

Melayu SP. Hasibuan menyebutkan beberapa alasan karyawan diberhentikan dari perusahaan.
1. Undang-udang
Undang-undang dapat menyebabkan seorang karyawan harus diberhentikan dari suatu perusahaan, antara lain anak-anak karyawan WNA, karyawan yang terlibat organisasi terlarang.

2. Keinginan peruasahaan
Keinginan perusahaan memberihentikan karyawan ini disebabkan
a. Karyawan tidak mampu mengerjakan pekerjaannya.
b. Perilaku dan kedisiplinannya kurang baik.
c. Melanggar peraturan dan tata tertib perusahaan.
d. Tidak dapat bekerja sama dan konflik dengan karyawan lainnya.
e. Melakukan tindakan amoral dalam perusahaan.


3. Keinginan Karyawan
a. Pindah ke tempat lain untuk mengurus orang tua
b. Kesehatan yang kurang baik
c. Untuk melanjutkan pendidikan
d. Untuk bewirausaha
e. Bebas jasa terlalu rendah
f. Mendapat pekerjaan yang lebih baik
g. Suasana dan lingkungan pekerjaan yang kurang serius
h. Kesempatan promosi yang tidak ada
i. Perlakukan yang kurang adil

4. Pensiun
Undang-undang mempensiunkan seseorang karena telah mencapai batas usia dan masa kerja tertentu. Usia kerja seseorang karyawan untuk setatus kepegawaian adalah 55 tahun atau seseorang dapat dikenakan pensiun dini, apabila menurut keterangan dokter, karyawan tersebut sudah tidak mampu lagi untuk bekerja dan umurnya sudah mencapai 50 tahun dengan masa pengalaman kerja minimal 15 tahun.

5. Kontrak Kerja Berakhir
Beberapa perusahaan sekarang ini banyak mengadakan perjanjian kerja dengan karyawanya di dalam sutau kontrak dimana di dalamnya, disebutkan masa waktu kerja atau masa kontraknya. Dan ini alasan juga tidak dilakukan pemutusan hubungan kerja apabila kontrak kerja tersebut di perpanjang.

6. Meninggal dunia

7. Perusahaan dilikudasi
Dalam hal perusahaan dilikuidasi masalah pemberhentian karyawan diatur dengan peraturan perusahaan, perjanjian bersama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menentukan apakah benar atau tidak perusahaan dilikuidasi atau dinyatakan bangkrut harus didasarkan kepada peraturan perundang-undasngan.

3.3 Proses Pemberhentian
Dalam pemberhentian karyawan, apakah yang sifatnya kehendak perusahaan, kehendak karyawan maupun karena undang-undang harus betul-betul didasarkan kepada peraturan, jangan sampai pemberhentian karyawan tersebut menibulkan suatu konflik suatu konflik atau yang mengarah kepada kerugian kepada dua belah pihak, baik perusahaan maupun karyawan.
Adapun bebera cara yang dilakukan dalam proses pemberhentian karyawan:
1. Bila kehendak perusahaan dengan berbagai alasan untuk memberhentikan dari pekerjaannya perlu ditempuh terlebih dahulu:
a. Adakan musyawarah antara karyawan dengan perusahaan.
b. Bila musyawarah menemui jalan buntu maka jalan terakhir adalah melalui pengadilan atau instansi yang berwenang memutuskan perkara.
2. Bagi karyawan yang melakukan pelanggaran berat dapat langsung diserahkan kepada pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut tanpa meminta ijin legih dahulu kepada Dinas terkait atau berwenang.
3. bagi karyawan yang akan pensiun, dapat diajukan sesuai dengan peraturan. Demikian pula terhadap karyawan yang akan mengundurkan diri atau atas kehendak karyawan diatur atas sesui dengan paraturan perusahaan dan peraturan perundang-undangan.

3.4 Pengaruh Pemberhentian Karyawan Terhadap Perusahaan
Dengan adanya pemberhentian karyawan tentu berpengaruh sekali terhadap perusahaan terutama masalah dana. Karena pemberhentian karyawan memerlukan dana yang cukup besar diantaranya untuk membayar pensiun atau pesangon karyawan dan untuk membayar tunjangan-tunjangan lainnya. Begitu juga pada saat penarikan kembali karyawan, perusahaan pun mengeluarkan dan yang cukup besar untuk pembayaran kompensasi dan pengembangan karyawan.
Dengan adanya pemberhentian karyawan tersebut tentu sangat berpengaruh sekali terhadap karyawan itu sendiri. Dengan diberhentikan dari pekerjaannya maka berarti karyawan tersebut tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan secara maksimal untuk karyawan ddan keluarganya. Atas dasar tersebut, maka manajer sumber daya manusia harus sudah dapat memperhitungkan beberapa jumlah uang yang seharusnya diterima oleh karyawan yang behenti, agar karyawan tersebut dapat memenuhi kebutuhannya sampai pada tingkat dianggap cukup.





















BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN


4.1. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan.
2. Ada beberapa alas an yang menyebabkan seseorang berhenti atau putus hubungan kerjanya dengan perusahaan, diantaranya disebabkan karena:
 Perautaran perundang-undangan
 Keinginan perusahaan
 Keinginan karyawan
 Pensiun
 Kontrak kerja berakhir
 Meninggal dunia
 Perusahaan dilikuidasi
3. Pengaruh pemberhentian karyawan terhadap perusahaan cukup besar pengaruhnya terutama dalam masalah dana, karena perusahaan harus membayar pensiun atau pesangon dan tunjangan-tunjangan lainnya kepada karyawan yang diberhentikan.

4.2. Saran
Dalam hal pemberhentian karyawan, seharusnya perusahaan bertindak sangat hati-hati dan diperlakukan pertimbangan yang sangat matang karena pengaruhnya cukup besar bagi perusahaan dan karyawan itu sendiri. Bagi perusahaan akan berpengaruh sekali terhadap masalah dana.



DAFTAR PUSTAKA


Hasibuan, Melayu S.P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Ruchiat, 2003. Pengantar Manajemen Sumber Daya Manusia. Majalengka: STIE YPPM.

tugas mandiri

Tugas Mandiri
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
 
Astria saymita
2231-06-115

BEBERAPA PENGERTIAN MOTIVASI MENURUT PARA AHLI :
Menurut T. Hani Handoko ( 2003:252), mengemukakan bahwa motivasi adalah :
“Keadaan pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai tujuan”.
Menurut H. Hadari Nawawi (2003:351), pengertian dari motivasi adalah :
“Suatu keadaan yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan yang berlangsung secara sadar”.
Menurut A. Anwar Prabu Mangkunegara (2002:95), mengatakan mengenai motivasi adalah :
“kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara prilaku yang berubungan dengan lingkungan kerja”.
Resume : tanpa adanya atmosfer positif yang diciptakan dari diri sendiri seseorang tidak akan pernah bisa mencapai tujuan apa yang ditiuju.
BEBERAPA PENGERTIAN KEPUASAN KERJA MENURUT PARA AHLI :
Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. (Hasibuan, 2001 : 202).
Kepuasan kerja merupakan suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pegawai dan banyaknya yang mereka yakini apa yang seharusnya mereka terima(Stephen P. Robbins, 1996 : 26).
Kepuasan kerja adalah kepuasan pegawai terhadap pekerjaannya antara apa yang diharapkan pegawai dari pekerjaan/kantornya “ (Davis, 1995 : 105)

Resume : untuk mencapai hasil kepuasan kerja para pekerja/karyawan harus menciptakan suasana yang senyaman mungkin.komunikasi 2 arah harus terjalin dengan baik antara atasan dan bawahan agar suasana di lapangan pekerjaan tercipta kenyamanan dan keamanan sehingga para perkerja bisa merasakan hasil kepuasan apa yang dikerjakan.
Pengertian Carrier Planning :
1.   Menurut Mondy (1993:362) sebagai berikut :
“….melalui perencanaan karir, setiap individu mengevaluasi kemampuan dan minatnya sendiri, mempertimbangkan kesempatan karir alternatif, menyusun tujuan karir, dan merencanakan aktivitas-aktivitas pengembangan praktis. Fokus utama dalam perencanaan karir haruslah sesuai antara tujuan pribadi dan kesempatan-kesempatan yang secara realistis tersedia”.
2.    Sementara Simamora menjelaskan perencanaan karir sebagai berikut :
“Perencanaan karir terdiri dari dua elemen utama, yaitu perencanaan karir organisasional (organizational career planning) dan perencanaan karir individual (individual career planning). Perencanaan karir organisasional mengintegrasikan atau menyatukan kebutuhan sumber daya manusia dan sejumlah aktivitas karir, sedangkan perencanaan karir individual lebih terfokus pada individu yang meliputi kajian tentang : keinginan, keahlian dan hasrat seorang anggota.”
3.   Menurut Siagian, ”Perencanaan karir dalam manajemen sumber daya manusia bertitik tolak dari asumsi dasar bahwa seseorang yang mulai bekerja setelah penempatan dalam suatu organisasi akan terus bekerja untuk organisasi tersebut selama masa aktifnya hingga ia memasuki usia pensiun”.

Selasa, 09 Agustus 2011

tugas kelompok 4

 kelompok 4

 Dewi Piviyani          (223105053)
Adi Maulana putra   (224207010)
Glaeny Akbar T       (224107237)
Clifford Andre          (224107260)
Tryan Dedi               (223107042)
Judo Umar Khadafi  (



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah
Setiap perusahaan memiliki visi, misi dan tujuan yang ingin dicapai. Keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya ditentukan oleh beberapa faktor produksi diantaranya modal, bahan baku dan sumber daya manusia. Salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi perusahaan adalah sumber daya manusia yang ada di perusahaan tersebut.
Sumber daya manusia menjalankan aktivitas usaha dengan mengkontribusikan tenaga dan pikiran dalam menciptakan dan menjalankan fungsi perusahaan. Tanpa didukung oleh kualitas sumber daya manusia yang baik maka faktor produksi tidak dapat berjalan dengan optimal. Selain sumber daya manusia sebagai salah satu unsur yang menentukan keberhasilan suatu organisasi, disisi lain sumber daya manusia juga sebagai mahluk yang mempunyai pikiran, perasaan, kebutuhan dan harapan-harapan tertentu. Hal  ini sangat memerlukan perhatian tersendiri karena faktor - faktor tersebut akan mempengaruhi prestasi, dedikasi dan loyalitas serta kecintaan terhadap pekerjaan dan organisasinya.
1
 
Berdasarkan pengamatan penulis hal ini tidak terjadi di PT. Argobeni Manunggal Tangerang, komitmen organisasi pada PT. Argobeni Manunggal Tangerang cukup rendah rendah hal ini dikarenakan para karyawan merasa diperlakukan tidak adil terhadap apa yang mereka dapatkan dari perusahaan, misalnya dari segi material seperti tunjangan kesehatan yang tidak mereka peroleh gaji serta uang insentif yang rendah. Gaji dan uang insentif yang diberikan perusahaan PT. Argobeni Manunggal Tangerang dirasakan oleh para karyawan sangat tidak mencukupi, rata-rata penghasilan karyawan pada PT. Argobeni Manunggal Tangerang senilai Rp. 1.080.000, perbulan dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis yang telah menerapkan gaji sesuai  UMR yang merupakan standar patokan untuk  memiliki kualitas hidup yang layak  yaitu senilai Rp.1.127.245 (UMR kota Tangerang 2010), selain itu pada perusahaan ini karyawan tidak mendapatkan uang tunjangan pendidikan dan tunjangan keselamatan hal ini membuat kepuasan kerja karyawan menurun.
 Selain Hal ini akan berdampak pada kepuasan kerja karyawan pada PT. Argobeni Manunggal Tangerang disebabkan kepuasan kerja sebagai sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Baik itu bersifat positif maupun negatif tentang pekerjaannya yang mana pada akhirnya akan berakibat pada hasrat untuk mencari pekerjaan ditempat lain. Rendahnya tingkat kepuasan kerja karyawan pada PT. Argobeni Manunggal Tangerang disebabkan karyawan tidak memperoleh Ganjaran yang pantas seperti gaji dan insentif yang dinilai tidak sesuai dengan kondisi riil saat ini dan tidak terpenuhinya kondisi lingkungan kerja yang mendukung seperti fasilitas–fasilitas yang tersedia berupa poliklinik untuk mempermudah dan membuat nyaman karyawan didalam melakukan tugas–tugasnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka judul yang dipilih adalah “Analisis Komitmen Organisasi dan Kepuasan kerja terhadap Keinginan Karyawan untuk pindah kerja mencari penghasilan yang lebih tinggi dari PT. ARGOBENI MANUNGGAL Cikokol, Tangerang
1.2.Identifikasi Masalah Penelitian
Kinerja suatu perusahaan sangat ditentukan oleh oleh kondisi dan perilaku karyawan yang dimiliki perusahaan tersebut. Fenomena yang sering terjadi adalah kinerja suatu perusahaan yang telah demikian bagus dapat dirusak, baik secara langsung maupun tidak oleh berbagai prilaku karyawan yang sulit dicegah terjadinya. Salah satu bentuk prilaku karyawan tersebut adalah keinginan berpindah yang berujung pada keputusan karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya. Dengan tingginya tingkat perputaran kerja pada perusahaan maka akan semakin banyak menimbulkan potensi biaya, baik itu biaya pelatihan yang telah di investasikan pada karyawan, tingkat kinerja yang mesti dikorbankan, maupun biaya rekrutmen dan pelatihan kembali. Apabila komitmen organisasi karyawan rendah maka akan menghambat pencapaian tujuan perusahaan. Beberapa indikasi yang menunjukkan adanya komitmen organisasi yang rendah dalam suatu organisasi dapat dilihat dari beberapa factor diantaranya adalah disiplin kerja yang rendah. Hasil kerja yang kurang optimal, tanggung jawab kerja yang rendah, dan lain-lain.
Komitmen organisasi yang rendah dapat disebabkan oleh adanya ketidakpuasan karyawan, baik itu dalam hal materi maupun non materi. Seperti upah atau gaji yang tidak sesuai dengan beratnya pekerjaan dan suasana atau iklim kerja dengan rekan kerja yang tidak menyenangkan.
Dalam beberapa kasus tertentu perputaran kerja memang di perlukan untuk menggantikan karyawan yang berkinerja rendah. Namun tingkat perputaran karyawan di upayakan agar tidak terlalu tinggi sehingga organisasi masih memiliki kesempatan untuk memperoleh manfaat atas peningkatan kinerja dari karyawan baru yang lebih besar dibanding biaya rekrutmen yang ditanggung oleh organisasi.
Dalam rangka memberikan arah dan tujuan yang jelas tentang masalah yang diteliti, maka penulis menemukakan beberapa batasan dari permasalahan yang ada yaitu :
1.      Bagaimana hubungan antara kepuasan kerja dengan keinginan karyawan untuk pindah kerja pada PT. Argobeni Manunggal di Tangerang ?
2.      Bagaimana hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan karyawan untuk pindah kerja pada PT. Argobeni Manunggal di Tangerang ?
3.      Seberapa besar hubungan antara komitmen organisasi dan kepuasan kerja terhadap keinginan karyawan untuk pindah kerja pada PT. Argobeni Manunggal di Tangerang ?
1.3.     Tujuan Penelitian
Setiap penelitian memiliki tujuan yang dapat mengarahkan kemana penelitian itu akan dibawa. Adapun tujuan penelitian yang akan dilakukan terhadap PT. Argobeni Tangerang, adalah sebagai berikut :      
1.      Untuk mengetahui adakah hubungan antara komitmen organisasi terhadap keinginan karyawan untuk pindah kerja untuk mencari penghasilan yang lebih tinggi dari PT. Argobeni Manunggal di Tangerang.
2.      Untuk mengetahui adakah hubungan antara kepuasan kerja terhadap timbulnya keinginan karyawan untuk pindah kerja dari PT. Argobeni Manunggal di Tangerang kepada perusahaan lain.
3.      Untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara Komitmen Organisasi dan kepuasan kerja terhadap keinginan karyawan untuk pindah kerja untuk mencari penghasilan yang lebih tinggi dari PT. Argobeni Manunggal di Tangerang.
1.4.     Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan di harapkan dapat memberikan  manfaat :
1.      Bagi Penulis.
Dengan adanya penelitian ini penulis berharap dapat dijadikan bahan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bagi mahasiswa/i yang mempelajari kajian SDM, serta dapat mengaplikasikan teori – teori tentang SDM yang didapat selama masa perkuliahan kedalam praktek lapangan.
2.      Bagi Perusahaan.
Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang bermanfaat dalam pelaksanaan pemberian motivasi yang tepat sehingga tercipta komitmen organisasi dan kepuasan kerja di dalam diri karyawan, yang akan meningkatkan loyalitas karyawan.
3.      Bagi Masyarakat Umum dan Dunia Akademis.
Diharapkaan dapat dijadikan bahan referensi bagi yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai komitmen organisasi  dan kepuasan kerja.
1.5.     Kerangka Pemikiran
Dalam sebuah organisasi, Komitmen organisasi merupakan salah satu faktor penting untuk menunjang dan meningkatkan kinerja para karyawan karena komitmen organisasi merupakan keinginan untuk menjadi anggota organisasi, kepercayaan dan penerimaan akan nilai-nilai dan tujuan organisasi, serta kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin dan kepentingan organisasi, Ino Yuwono dkk (2005 : 134). Komitmen organisasi memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
Hal ini akan berujung kepada kepuasan kerja yang memiliki pengertian seperti yang terdapat dalam buku prilaku organisasi karangan Stephen P. Robbins (2006 : 31-32) yang mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Baik itu bersifat positif maupun negatif tentang pekerjaannya yang mana pada akhirnya akan berakibat pada hasrat untuk mencari pekerjaan ditempat lain.
Turnover intention pada dasarnya adalah sama dengan keinginan berpindah karyawan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya, Keinginan karyawan untuk berpindah kerja harus disikapi sebagai suatu fenomena dan prilaku manusia yang penting dalam kehidupan organisasi dari sudut pandang individu maupun sosial, mengingat bahwa tingkat keinginan untuk berpindah karyawan tersebut akan memiliki dampak yang cukup signifikan bagi perusahaan dan individu yang bersangkutan. Pendapat tersebut menunjukan bahwa turnover intentions adalah keinginan untuk berpindah karena tidak seimbangnya penghasilan yang diterima dengan kondisi era globalisasi ekonomi saat ini.
Berdasarkan penjelaskan di atas, maka hubungan antara komitmen organisasi dan kepuasan kerja terhadap keinginan karyawan untuk pindah kerja di gambarkan di bawah ini :




Gambar 1
Kerangka Pemikiran Penelitian
KOMITMEN ORGANISASI
(X1)
 
                                                          
KEINGINAN KARYAWAN UNTUK PINDAH KERJA (Y)

 
                                                            r1
                                   
                                                          r3
KEPUASAN KERJA
(X2)

 
                                                                           
                                                                            r2

Keterangan :
X1  : Komitmen Organisasi
X2  : Kepuasan Kerja
Y   : Keinginan Karyawan untuk Pindah Kerja
r1      : Hubungan X1 dengan Y
r2   : Hubungan X2 dengan Y
r3   : Hubungan X1 dan X2 secara bersama-sama terhadap Y
1.6.      Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang harus diuji kebenarannya. Berdasarkan masalah dan kerangka pemikiran diatas maka peneliti beranggapan bahwa karyawan yang berkomitmen kepada perusahaan dan memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi karena hubungan terjalin dengan baik akan memberikan kontribusi kepada perusahaan. Maka berdasarkan asumsi dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : “Jika dengan komitmen organisasi dan kepuasan kerja yang negatif maka dapat mempengaruhi keinginan karyawan untuk pindah kerja”.
1.7.      Sistematika Penulisan
Agar dapat diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai uraian yang disajikan dalam skripsi ini, maka penulis membagi skripsi ini kedalam 5 bab dimana setiap babnya berisi penyajian – penyajian sebagai berikut :
BAB I     PENDAHULUAN
Bab ini terdiri atas latar belakang, identifiikasi masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka pemikiran hipotesis dan sistematika penulisan.
BAB II   TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan membahas dan menguraikan pengertian sikap kerja, komitmen organisasi dan kinerja karyawan.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan membahas mengenai metode yang akan digunakan, rancangan uji hipotesis, jenis dan sumber data, tehnik pengumpulan data, tehnik pengolahan data dan analisis data serta hal ini yang relevan.



BAB IV OBYEK PENELITIAN  DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan menggambarkan hal-hal yang bersifat historis dan keadaan tempet penelitian, hasil produksi, struktur organisasi, gambaran umum pekerja dan kondisi kerjanya serta akan menguraikan dan mambahas hasil dari penelitian yang dilakukan.
BAB V   KESIMPULAN DAN SARAN
Dan pada bab terakhir ini menari kesimpulan berdasarkan hasil penelitian dan akan diajukan saran-saran berdasarkan kesimpulan penelitian.


BAB II

 
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.      Konsep komitmen Organisasi
2.1.1.    Pengertian komitmen Organisasi
Konsep tentang komitmen karyawan terhadap organisasi mendapat perhatian dari manajer maupun ahli perilaku organisasi, berkembang dari studi awal mengenai loyalitas karyawan yang diharapkan ada pada setiap karyawan. Komitmen organisasi merupakan suatu kondisi yang dirasakan oleh karyawan yang dapat menimbulkan perilaku positif yang kuat terhadap organisasi kerja yang dimilikinya.
Beberapa ahli yang lain juga memiliki pendapat tersendiri mengenai konsep komitmen organisasi ini. Menurut Stephen P. Robbins, (2006 : 94) definisi komitmen organisasi adalah tingkat mana di mana karyawan mengkaitkan dirinya ke organisasi tertentu dan sasaran-sasarannya, dan berharap mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut.
Gibson (1996 : 315) definisi komitmen organisasi adalah suatu bentuk identifikasi, loyalitas dan keterlibatkan yang ekspresikan oleh karyawan terhadap organisasi atau unit.
11
 
Ferris dan Aranya yang dikutip oleh Ujianto dan Alwi (2005 : 95) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu perpaduan antara sikap dan perilaku. Komitmen organisasi menyangkut tiga sikap yaitu keinginan untuk mengidentifikasi diri dengan tujuan organisasi, rasa keterlibatan dengan tugas organisasi dan rasa kesetiaan dengan tugas organisasi.
Sopiah (2008 : 155) definisi komitmen organisasi adalah keinginan anggota organisasi untuk tetap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi.
Robert L. Mathis & John H. Jackson (2006 : 122) definisi komitmen organisasi (organization commitment) adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasi, serta berkeinginan untuk tinggal bersama organisasi tersebut.
Menurut James L. Gibson, John M. Ivancevich dkk, (1996: 315) mengemukakan bahwa komitmen organisasi menggambarkan suatu bentuk identifikasi, loyalitas dan keterlibatkan yang ekspresikan oleh karyawan terhadap organisasi atau unit.
Pengertian komitmen organisasi menurut Riggio (2000 : 227) “Organizational commitment is a worker’s feelings and attitudes about the entire work organization” artinya komitmen organisasi adalah semua perasaan dan sikap karyawan terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan organisasi dimana mereka bekerja termasuk pada pekerjaan mereka.
Robert L. Mathis & John H. Jackson yang dikutip oleh sopian (2008 : 155) definisi komitmen organisasi adalah derajat yang mana karyawan percaya dan menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi.
Luthans (1995 : 130) mengartikan komitmen organisasi sebagai :
a. A strong desire to remain a member of particular organization.
Keinginan yang kuat untuk mempertahankan seorang anggota organisasi tertentu.
b. A willingness to exert high levels of effort on behalf of the organization.
Sebuah kemauan yang kuat untuk berusaha hingga maksimum atas nama organisasi.
c. A definite belief in, and acceptance of, the values and goals of the organization.
Keyakinan akan penerimaan nilai-nilai dan  tujuan dari organisasi.
Armstrong yang dikutip oleh Ino Yuwono dkk (2005 : 134) menyatakan bahwa pengertian komitmen organisasi mempunyai ada 3 (tiga) area perasaan atau perilaku yang terkait dengan perusahaan tempat orang bekerja:
1.   Kepercayaan, pada area ini seseorang melakukan penerimaan bahwa organisasi tempat bekerja atau tujuan-tujuan organisasi di dalamnya merupakan sebuah nilai yang di yakini kebenarannya.
2.   Keinginan untuk bekerja atau berusaha di dalam organisasi sebagai kontrak hidupnya. Pada konteks ini orang akan memberikan waktu, kesempatan dan kegiatan pribadinya untuk bekerja diorganisasi atau dikorbankan ke organisasi tanpa mengharapkan imbalan personal.
3.   Keinginan untuk bertahan dan menjadi bagian dari organisasi.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa  komitmen organisasi sebagai suatu sikap karyawan, bagaimanapun juga akan menentukan prilakunya sebagai perwujudan dari sikap. Dan yang dimaksud komitmen organisasi dalam penelitian ini adalah keinginan karyawan untuk tetap mempertahankan keanggotaanya dalam organisasi dan bersedia melakukan usaha yang tinggi bagi pencapaian tujuan organisasi.  
2.1.2.    Dimensi Komitmen organisasi

Merumuskan tiga komponen yang mempengaruhi komitmen organisasi sehingga karyawan memilih tetap atau meninggalkan organisasi berdasarkan norma yang dimilikinya, norma-norma yang digunakan dalam menentukan komitmen organisasi dikemukakan oleh Allen dan Meyer yang dikutip oleh Ujianto dan Alwi (2005 : 95-96) yaitu :
1.   Komitmen afektif (Affective commitment), berkaitan dengan adanya keinginan untuk terikat pada organisasi. Individu menetap dalam organisasi karena keinginan sendiri. Kunci dari komitmen ini adalah want to. Dalam tipe commitment ini, individu merasakan adanya kesesuaian antara nilai pribadian dan nilai organisasi.
2.   Komitmen kesinambungan (Continuance commitment), merupakan suatu komitmen yang didasarkan akan kebutuhan rasional. Dengan kata lain komitmen terbentuk atas dasar untung rugi, dipertimbangkan atas apa yang harus dikorbankan bila akan menetap pada organisasi. Kunci dari komitmen ini adalah kebutuhan bertahan (need to). Commitment tipe ini lebih mendasarkan keterikatan pada cost benefit analysis.
3.   Komitmen normatif (Normative commitment), adalah komitmen yang didasarkan pada norma yang ada dalam diri karyawan, berisi keyakinan individu akan bertanggung jawab terhadap organisasi. Ia merasa harus bertahan karena loyalitas. Kunci dari komitmen ini adalah kewajiban untuk bertahan dalam organisasi (ought to). Tipe komitmen ini lebih dikarenakan nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan pribadi.
Kanter dalam sopiah (2008 : 158) mengemukakan adanya tiga komponen komitmen organisasi yaitu :
1.   Komitmen kesinambungan (Continuance commitment), yaitu komitmen yang berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan kehidupan organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi.
2.   Komitmen terpadu (Cohesion commitment), yaitu komitmen anggota terhadap organisasi sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan anggota lain di dalam organisasi. Ini terjadi karena karyawan percaya bahwa normal-normal yang dianut organisasi merupakan normal-normal yang bermanfaat.
3.   Komitmen terkontrol (Control commitment), yaitu komitmen anggota pada normal organisasi yang memberikan perilaku kearah yang diinginkannya. Normal-normal yang dimiliki organisasi sesuai dan mampu memberikan sumbangan terhadap perilaku yang diinginkannya.
Untuk lebih jelasnya, spector yang dikutip oleh sopiah (2008 : 158) menggambarkan komponen komitmen organisasi sebagai berikut :
Gambar 2.1
Komponen Komitmen Organisasi

Pembentukan komitmen organisasional, sumber: Spector yang dikutip oleh Sopiah (2008 : 158)
 
 



















Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karyawan yang memiliki komponen afektif tinggi masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sedang karyawan dengan continuance tinggi, tetap bergabung dengan organisasi karena membutuhkan organisasi. Sementara itu, karyawan yang memiliki komponen normatif tinggi tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukan keyakinan individu akan tanggung jawab terhadap organisasi.
Menurut Kalbers dan Cengker (2007 : 355), dimensi dari komitmen organisasi secara tradisional hanya terdiri dari komitmen afektif dan komitmen berlanjut. Komitmen afektif melibatkan emosi yang dirasakan oleh karyawan terhadap organisasi. Sedangkan komitmen berlanjut selain menunjukan keterlibatan organisasi, juga menunjukan biaya yang dikeluarkan jika karyawan meninggalkan organisasi.
Kalbers dan Cengker (2007 : 356) menyelidiki kemungkinan bahwa komitmen berlanjut memiliki sub dimensi yaitu : high (personal) sacrifice commitment dan low (percieved) alternative commitment. High sacrifice (pengorbanan tinggi) berhubungan dengan faktor-faktor yang akan terhenti atau berantakan dengan meninggalkan organisasi. Sedangkan low alternative (alternatif rendah) merujuk pada kesempatan yang ada di luar organisasi.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Komitmen afektif berhubungan dengan perasaan emosional terhadap organisasi. Karyawan memilih untuk tetap tinggal bersama organisasi karena mereka ingin untuk tetap tinggal. Komponen yang kedua adalah komponen yang lebih pragmatis yaitu komitmen berlanjut yang merujuk pada kepedulian karyawan bahwa biaya berhubungan dengan meninggalkan organisasi. Asalkan karyawan sadar bahwa mereka telah mendatangkan biaya-biaya, karyawan tetap bersama organisasi karena mereka merasa bahwa mereka harus tinggal. Komponen yang terakhir adalah komitmen normatif yang merujuk pada perasaan karyawan terhadap kewajiban untuk tetap bersama organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen normatif yang kuat akan tetap di dalam organisasi dengan keyakinan mereka bahwa ini adalah hal benar dan bermoral yang harus dilakukan.
2.1.3.    Proses Terjadinya Komitmen Organisasi
Bahwa komitmen organisasi karyawan terhadap organisasi merupakan sebuah proses kesinambungan dan merupakan sebuah pengalaman individu ketika bergabung dalam sebuah organisasi. Menurut Gary Dessler tang dikutip oleh sopiah (2008 : 159-160) mengemukakan sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk membangun komitmen karyawan terhadap organisasi, yaitu :
1.Make it charismatic, jadi visi dan misi organisasi sebagai sesuatu yang karismatik, sesuatu yang dijadikan pijakan, dasar bagi setiap karyawan dalam berperilaku, bersikap dan bertindak.
2.Build the tradition, segala sesuatu yang baik di organisasi jadikanlah sebagai suatu tradisi yang secara terus-menerus dipelihara, dijaga oleh generasi berikutnya.
3.Have comprehensive grievance procedures, bila ada keluhan atau komplain dari pihak luar ataupun dari internal organisasi maka organisasi harus memiliki prosedur untuk mengatasi keluhan tersebut secara menyeluruh.
4.Provide extensive two-way communications, jalinlah komunikasi dua arah di organisasi tanpa memandang rendah bawahan.
5.Create a sense of community, jadikan semua unsur dalam organisasi sebagai suatu community dimana di dalamnya ada nilai-nilai kebersamaan, rasa memiliki, kerja sama, berbagi.
6. Build value- based homogeneity, membangun nilai-nilai yang didasarkan adanya kesamaan. Setiap anggota organisasi memiliki kesempatan yang sama, misalnya untuk promosi maka dasar yang digunakan untuk promosi adalah kemampuan, ketrampilan, minat, motivasi, kinerja, tanpa ada diskriminasi.
7.Share and share alike, sebaiknya organisasi membuat kebijakan di mana antara karyawan level bawah sampai yang paling atas tidak terlalu berbeda atau mencolok kompensasi yang diterima, gaya hidup, penampilan fisik.
8.Emphasize, cross-utilization, and teamwork, organisasi sebagai community harus bekerja sama, saling berbagi, saling memberi manfaat dan memberikan kesempatan yang sama pada anggota organisasi. Misalnya perlu adanya rotasi sehingga orang yang bekerja di “tempat basa” perlu juga ditempatakan di “tempat yang kering”. Semua anggota organisasi merupakan suatu tim kerja. semuanya harus memberikan kontribusi anggota organisasi dan keluarganya.
9.Get together, adakah acara-acara yang melibatkan semua anggota organisasi sehingga kebersamaan bisa terjalin. Misalnya, sekali-kali produksi dihentikan dan semua karyawan terlihat dalam event rekreasi bersama keluarga, pertandingan olag raga, seni, yang dilakukan oleh semua anggota organisasi dan keluarga.
10.               Support employee development, hasil studi menunjukkan bahwa karyawan akan lebih memiliki komitmen terhadap organisasi bila organisasi memperhatikan perkembangan karier karyawan dalam jangka panjang.
11.               Commit to actualizing, setiap karyawan diberi kesempatan yang sama untuk mengaktualisasi diri secara maksimal di organisasi sesuai dengan kapasitas masng-masing.
12.               Provide first-year job challenge, karyawan masuk ke organisasi dengan membawa mimpi dan harapannya. Berikan bantuan yang kongkret bagi karyawan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya dan mewujudkan impiannya. Enrich and empower, ciptakan kondisi agar karyawan bekerja tidak secara monoton karena rutinitas akan menimbulkan perasaan bosan bagi karyawan. Hal ini tidak baik karena akan menurunkan kinerja karyawan. Misalnya dengan rotasi kerja, memberikan tantangan dengan  memberikan tugas, kewajiban dan otoritas tambahan.
13.               Promote from within, bila ada lowongan jabatan, sebaiknya kesempatan pertama diberikan kepada pihak intern perusahaan sebelum merekrut karyawan dari luar perusahaan.
14.               Provide developmental activities, bila organisasi membuat kebijakan untuk merekrut karyawan dari dalam sebagai prioritas maka dengan sendirinya hal itu akan memotivasi karyawan untuk terus tumbuh dan berkembang personalnya, juga jabatannya.
15.               The question of employee security, karyawan merasa aman, baik fisik maupun psikis, maka komitmen akan muncul dengan sendirinya.
16.               Commit to people- first values, membangun komitmen karyawan pada organisasi merupakan proses yang panjang dan tidak bisa dibentuk secara instan. Oleh karena itu perusahaan harus benar-benar memberikan perlakuan yang benar pada masa awal keryawaan memasuki organisasi. Dengan demikian karyawan akan mempunyai persepsi yang positif terhadap organisasi.
17.               Put it in writing, data-data tentang kebijakan,visi, misi, semboyan, filosofi, sejarah, strategi. Organisasi sebaiknya dibuat dalam bentuk tulisan, bukan sekedar lisan.
18.               Hire “Right-kind” manager, bila pimpinan ingin menanamkan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, aturan-aturan, displin. Pada bawahan, sebaiknya pimpinan sendiri memberikan teladan dalam bentuk sikap dan perilaku sehari-hari.
19.               Walk the talk, tindakan jauh lebih efektif dari sekedar kata-kata. Bila pimpinan ingin karyawan berbuat sesutau maka sebaiknya pimpinan tersebut mulai berbuat sesuatu, tidak sekedar kata-kata atau berbicara. 
Minner yang dikutip oleh sopiah (2008 : 161) mengemukakan bahwa terjadinya komitmen organisasi akan berbeda bagi karyawan yang baru bekerja, setelah menjalani masa kerja cukup lama, serta bagi karyawan yang bekerja dalam tahapan yang lama yang menganggap perusahaan atau organisasi tersebut menjadi bagian dalam hidupnya.

         Gambar 2.2
Proses Terjadinya Komitmen organisasi

1.     
Personal
Characteristics
·    Values
·    Beliefs
 
Espectations
About job

 
Lavel of initial
Commitment
Organizational

 
Characteristics
Of job choice
·    Volition
·    Irrevocability
·    Sacrifice
·    Insufficient
·    Justification
 
Initial Commitment



Proses terjadinya komitmen organisasional, Minner yang dikutip oleh Sopiah (2008 : 162)



 
 
















2.   Commitment During Early Employment
 








3.   Commitment During Later Career
Proses terjadinya komitmen organisasional, Minner yang dikutip oleh Sopiah (2008 : 162)

 
 





Berdasarkan kutipan di atas, menjelaskan bahwa proses terjadi komitmen organisasi berbeda. Pada tahap 1 (satu) initial commitment, faktor yang berpengaruh terhadap komitmen karyawan pada organisasi adalah :
a.   Karakteristik individu.
b.  Harapan-harapan karyawan pada organisasi.
c.   Karakteristik pekerjaaan.
Tahap 2 (dua) disebut sebagai commitment during early employment. Pada tahap ini karyawan sudah bekerja beberapa tahun. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap komitmen karyawa pada organisasi adalah pengalaman bekerja yang ia rasakan pada tahap 1 (satu) dia bekerja, bagaimana pekerjaan, bagaimana sistem penggajiannya, bagaimana gaya supervisinya, bagaimana hubungan dia dengan teman sejawat atau hubungan dia dengan pimpinannya. Semua faktor ini akan membentuk komitmen 1 (satu) dan tanggung jawab karyawan pada organisasi yang pada akhirnya akan bermuara pada komitmen karyawan pada awal memasuki dunia kerja.
Tahap yang 3 (tiga) yang diberi nama commitmen during later career. Faktor yang berpengaruh terhadap komitmen pada tahap ini berkaitan dengan investasi, mobilitas kerja, hubungan social yang tercipta di organisasi dan pengalaman-pengalaman selama ia bekerja.
2.1.4.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi
Terdapat beberapa faktor yang mampu mempengaruhi tinggi atau rendah komitmen organisasi seseorang karyawan yang nantinya akan berimbas pada tercapai atau tidaknya tujuan yang ditetapkan perusahaan. Beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya komitmen organisasi karyawan oleh Minner yang dikutip oleh sopiah (2008 : 163-164) mengemukakan empat faktor yang memengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu :
1.   Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian.
2.   Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan.
3.   Karakteristik struktur, misalnya besar atau kecil organisasi, bentuk organisasi seperti sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.
4.   Pengalaman kerja, pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen pada organisasi. Karyawan baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan.
Dari pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi komitmen organisasi adalah :
1.   Faktor personal.
2.   Karakteristik pekerjaan.
3.   Karakteristik struktur.
4.   Pengalaman kerja.
2.1.5.    Konsekuensi Komitmen Organisasi
Terdapat konsekuensi dari komitmen organisasi menurut Greenberg dan Baron (2003 : 184) yaitu :
1. Commitment employees are less likely to withdraw. Artinya, karyawan yang memiliki komitmen kemungkinan lebih kecil untuk mengundurkan diri. Semakin besar komitmen karyawan terhadap organisasinya maka semakin kecil kemungkinan  mereka mengundurkan diri. Komitmen mendorong seseorang untuk mencintai dan bangga terhadap pekerjaannya.
2. Commitment employees are willing to make sacrife for the organization. Artinya, karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi menunjukan kesadaran untuk berkorban demi kemajuan perusahaannya.
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa konsekuensi dari adanya komitmen organisasi yaitu karyawan yang memiliki komitmen kecil, maka mereka akan mengundurkan diri, sedangkan bagi karyawan yang memiliki komitmen yang besar terhadap organisasinya menunjukan bahwa mereka akan mencintai dan bangga akan pekerjaanya dan rela berkorban demi kemajuan perusahaan agar bisa mencapai tujuannya.
2.2      Konsep Kepuasan Kerja
2.2.1     Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja karyawan termasuk masalah yang penting untuk diperhatikan dalam suatu perusahaan, hal ini menyangkut perasaan atau emosi yang baik atau kurang baik tentang bagaimana karyawan memandang pekerjaan mereka. Perasaan emosi yang baik tentunya akan membawa karyawan pada keadaan senang dan bergairah dalam menjalankan kewajibannya, sehingga melalui terwujudnya kepuasan kerja pada karyawan diharapkan perusahaan akan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang pada akhirnya akan berpengaruh pada kualitas maupun kuantitas hasil produksi dari para karyawan.
Stephen P. Robbins (2006 : 31-32) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Baik itu bersifat positif maupun negatif tentang pekerjaannya yang mana pada akhirnya akan berakibat pada hasrat untuk mencari pekerjaan ditempat lain.
Handoko (20060 : 156) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Maksudnya, kepuasan kerja mencerminkan seseorang terhadap pekerjaannya, dan hal ini tampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaannya maupun terhadap lingkungan kerjanya.
Luthans yang dikutip oleh Dwi Pribadi (2007 : 12)  mendefinisikan kepuasan kerja sebagai hasil persepsi para karyawan tentang seberapa jauh pekerjaan seseorang memberikan segala sesuatu yang dipandang penting melalui kerjanya.
Schermercon dan Osborn yang dikutip oleh Ujianto dan Alwi (2005 : 97) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu tingkatan perasaan yang positif / negatif tentang beberapa aspek dari pekerjaan, situasi kerja dan hubungan dengan rekan sekerja.
Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja menyangkut sikap karyawan terhadap pekerjan dan kondisi-kondisi yang terkait seperti kondisi kerja, hubungan dengan atasan dan rekan kerja dan harapan-harapan karyawan terhadap pekerjaannya saat ini dan di masa depan.


2.2.2     Faktor-faktor Kepuasan Kerja
            Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Menurut Luthans (2002 : 230) ada lima faktor kepuasan kerja yaitu :
1. Pekerjaan itu sendiri.
Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu. Sukar atau tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja. Jadi kepuasan bisa diperoleh melalui pekerjaan yang terdiri dari Skill variety, task identity, task significance, autonomy dan feedback.
2. Penyelia.
Hubungan antara penyelia dan karyawan biasa disebut dengan functional attraction yang menjelaskan sejauh mana karyawan merasa atasannya membantu mereka dalam mencapai hasil yang baik. Dengan kata lain konsep supervision ini adalah sejauh mana atasan memberi peluang kepada karyawannya tugas-tugas yang mereka berikan dan umpan balik yang diberikan oleh karyawannya. Penyelia yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, penyelia sering dianggap sebagai figur ayah/ibu dan sekaligus atasannya.
3. Teman sekerja
Merupakan faktor yang berhubungan dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun berbeda jenis pekerjaannya. Persahabatan, kerjasama dengan teman sekerja merupakan sumber-sumber utama dari kepuasan kerja secara individu. Kelompok kerja memberikan sumber-sumber semangat, kenyamanan, nasihat dan bantuan kepada karyawan individu. Kelompok kerja yang baik dapat membuat pekerjaan menjadi menyenangkan. Dan sebaliknya jika kondisi bahwa karyawan sangat sulit untuk bergaul, maka faktor ini merupakan efek dalam kepuasan kerja.
4. Gaji/Upah
Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup karyawan yang dianggap layak atau tidak. Karyawan biasanya melihat gaji/upah sebagai kompensasi dan refleksi bagaimana manajemen melihat kontribusi yang diberikan oleh perusahaan.
5. Promosi
Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja.
Selain faktor-faktor kepuasan kerja, dari hasil tinjauan pustaka yang dilakukan oleh Penggabean (2002 : 131), bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap :
1. Perputaran Karyawan. Seorang karyawan yang puas dengan perusahaan dimana ia bekerja mempunyai kemungkinan lebih besar untuk bertahan lama pada perusahaan tersebut, sehingga tingkat keluar masuknya karyawan dapat diminimalkan.
2. Absensi. Karyawan yang kurang puas terhadap pekerjaannya cenderung akan sering absen dengan alasan yang sebelumnya tidak direncanakan atau dapat juga dengan datang terlambat.
3. Komitmen Organisasi. Dapat dikatakan sebagai suatu kondisi dimana seorang karyawan yang puas akan lebih memihak kepada perusahaan dan memiliki loyalitas yang tinggi kepada perusahaan tersebut.
4. Semangat kerja. Karyawan yang puas terhadap pekerjaannya akan bersemangat dalam bekerja. Kepuasan kerja mempengaruhi produktivitas, tingkat absensi, tingkat perputaran karyawan, komitmen organisasi dan semangat kerja.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa karyawan yang puas akan memiliki produktivitas kerja yang optimal, tingkat absensi yang rendah serta memiliki komitmen organisasi yang tinggi.
2.3  Konsep Keinginan Karyawan untuk Pindah kerja
          2.3.1     Pengertian Keinginan Karyawan untuk Pindah Kerja
Keinginan karyawan untuk berpindah kerja harus disikapi sebagai suatu fenomena dan prilaku manusia yang penting dalam kehidupan organisasi dari sudut pandang individu maupun sosial, mengingat bahwa tingkat keinginan untuk berpindah karyawan tersebut akan memiliki dampak yang cukup signifikan bagi perusahaan dan individu yang bersangkutan.
Menurut Robbins yang telah dikutip oleh Jahangir, Akbar dan Begum (2006 : 83), keinginan karyawan untuk berpindah kerja adalah tindakan secara langsung untuk meninggalkan perusahaan, termasuk dengan mencari posisi baru setelah mengundurtkan diri. Ditambah bahwa orang bertukar pekerjaan karena mereka memiliki keinginan untuk mendapatkan hal baru atau hal yang lebih sederhana karena hal tersebut menyenangkan.
Abelson yang telah dikutip oleh Toly (2001 : 116) menggambarkan keinginan berpindah sebagai pemikiran untuk keluar, mencari pekerjaan di tempat lain, serta keinginan meningggalkan organisasi.
Menurut Toly ( 2001 : 117), karyawan menekan keinginan untuk berpindah kerja walaupun ia tidak merasa nyaman dan puas atas pekerjaannya dikarenakan ia akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru.       
              Dari penelitian diatas dapat diketahui bahwa keinginan karyawan untuk pindah kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti Kepuasan kerja dan keinginan untuk mencari suatu tantangan atau hal-hal baru yang dianggap menyenangkan.
2.3.2.    Indikasi Keinginan Karyawan untuk Pindah Kerja
Menurut Harnoto (2002 : 2) indikasi timbulnya keinginan karyawan untuk pindah kerja ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain:
1. Absensi yang meningkat
2. Mulai malas kerja
3. Naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja
4. Keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan
5. Keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya. Indikasi-indikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan turnover intentions karyawan dalam sebuah perusahaan.
2.4.     Pengaruh Komitmen Organisasi Dan Kepuasan Kerja terhadap Keinginan Karywan Untuk Pindah Kerja
Keinginan karyawan untuk pindah kerja masih menjadi salah satu topik penelitian yang menarik. Banyak hal yang mempengaruhi keinginan karyawan untuk pindah kerja dan diantaranya adalah komitmen organisasi dan kepuasan kerja. Jahangir, Akbar dan Begum (2006 : 83-84) berpendapat, karyawan yang mengalami ketidakpuasan kebanyakan meninggalkan perusahaan. Juga dikatakan bahwa komitmen organisasi secara positif dan signifikan berhubungan dengan keinginan untuk berpindah.
Menurut Robbins (2003 : 82), salah satu respon yang ditunjukan karyawan yang mengalami ketidakpuasan kerja adalah exit (keluar dari perusahaan). Hal tersebut merupakan ketidakpuasan yang diungkapkan lewat perilaku yang diarahkan untuk meninggalkan organisasi, seperti mencari suatu posisi baru atau berhenti.
Dari penelitian di atas dapat diketahui bahwa komitmen organisasi dan kepuasan kerja mempengaruhi keinginan karyawan untuk pindah kerja.